Review Buku – Soedirman Bapak Tentara Indonesia karya A. Kresna Adi

Buku yang berjudul Soedirman Bapak Tentara Indonesia karya A. Kresna Adi ini mengisahkan perjalanan hidup dan lika-liku perjuangan Sang Jenderal dalam menghadapi pergolakan oleh bangsa asing dan bangsanya sendiri. Melalui kegigihan dan semangat nasionalisme serta tanggung jawab yang diembannya dalam usia yang sangat muda, Panglima Besar Soedirman menjadi salah satu semangat bangkitnya perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan kemerdekaan dengan persatuan dan kesatuan bangsa.

Semasa kecilnya ia diasuh oleh ayah angkat dan ibu angkatnya, karena ayah kandungnya Karsid meninggal ketika Soedirman berusia enam tahun. Di  dalam asuhan orang tua angkatnya yang merupakan seorang priyayi, Soedirman mengenyam pendidikan di HIS (Hoolandsch Indlandsche School) Gubermen atau pemerintah, namun kemudian berpindah ke HIS Taman Siswa. Di sekolah selanjutnya, yakni Sekolah Wiworotomo Cilacap, Soedriman mulai mengembangkan bakatnya dalam berorganisasi dan aktif dalam banyak kegiatan sekolah.

Dalam organisasi, Soedriman aktif dalam gerakan kepanduan Hizboel Wathan (HW) yang merupakan gerakan kepanduan Muhammadiyah. Sebelum akhirnya beliau menjadi guru di HIS Muhammadiyah Cilacap yang cukup digemari dan disukai para siswanya.

Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan turut bergabungnya Soedirman ke dalam gerakan bentukan Jepang yakni PETA. Terhitung sejak tanggal 7 Maret 1942, pendudukan Belanda atas Indonesia sepenuhnya diambil alih oleh Jepang. Maka kemudian Jepang mulai menyusun strategi pemerintahan, salah satunya dengan mendirikan banyak sekali organisasi sosial dan pertahanan keamanan. Di sinilah Soedirman mulai memegang kendali PETA di Kroya.

Tak lama, banyak terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh PETA pada Jepang, seperti yang terjadi di Blitar dan juga di Meureudu, Aceh. Kemudian pemberontakan juga terjadi di Cilacap pada tanggal 21 April 1945 di bawah komando Tulus Subroto. Dalam hal ini, karisma Soedirman terlihat ketika berhasil meredam pemberontakan yang dilakukan oleh pasukan PETA di bawah komando Kusaeri.

Setelah itu, pada tanggal 22 Agustus 1945 Soedirman diangkat menjadi pimpinan BKR Banyumas. Hal ini yang kemudian melambungkan karirnya sebagai tentara yang nasionalis dan berjuang sampai titik darah penghabisan. Terlebih ketika Belanda yang membonceng sekutu kembali lagi ke Indonesia untuk merebut kekuasaan kembali. Tak ayal, kedatangan sekutu banyak memunculkan perlawanan dari bangsa Indonesia sendiri.

Namun pergolakan tak hanya muncul dari Belanda, di Indonesia, Amir Syarifudin yang kemudian bersama dengan Musso melakukan pemberontakan bersama Partai Komunis Indonesia (PKI). Keinginan mereka untuk mengubah ideologi Indonesia menjadi komunis akhirnya dapat dilumpuhkan. Begitu pula yang terjadi di Jawa Barat, ketika pasukan Siliwangi sedang ke Yogyakarta untuk berhijrah, S.M Kratosuwirdjo justru mendeklarasikan berdirinya negara Islam Indonesia yang selanjutnya disebut dengan gerombolan DI/TII.

Puncak perjuangan Panglima Besar Soedirman terjadi manakalan beliau melakukan gerilya dengan menempuh perjalanan jauh guna menghindari Belanda dan mempersiapkan strategi perang. Alhasil, puncak pertempuran terjadi pada Serangan Umum pada tanggal 1 Maret yang dikenal dengan SU 1 Maret di bawah pimpinan Letkol Soeharto. Belanda yang menduduki Yogyakarta (yang waktu itu sebagai ibukota) berhasil dikalahkan dalam waktu 6 jam. Meski banyak yang meninggal dunia kala itu, namun kegigihan dan semangat juang serta teknik gerilya Panglima Besar Soedirman mampu menjadikannya pahlawan nasional yang jasanya akan terus diingat dalam menjaga kedaulatan dan eksistensi Indonesia di masa lalu.

Komentar

Postingan Populer