Review Buku – Journey To Andalusia (Jelajah Tiga Daulah) Karya Marfuah Panji Astuti
Perjalanan
yang paling mengesankan dalam hidup siapapun adalah, ketika melakukan
perjalanan di tempat-tempat yang kita tahu memiliki sejarah besar dalam
perkembangan segala sesuatu di dunia ini., terlebih hal-hal berkaitan dengan
ilmu pengetahuan. Buku ini mengutarakan segala hal besar yang pernah ada, dan
menjadi ujung dari semua pengetahuan tentang apapun yang dipelajari saat ini.
Tak hanya itu, di dalamnya dibumbui juga pandangan orang-orang masa kini, yang
disengaja atau tidak memelintirkan sejarah dari bersinarnya agama Islam di
Andalusia waktu itu.
Perjalanan
dimulai dari Casablanca, Maroko karena travel agent perjalanan umroh untuk ke
Andalusia haruslah melewati Maroko. Di sepanjang jalan kota Casablanca banyak
sekali ada kedai kopi yang menurut local guide, tradisi ini ditinggalkan oleh
kolonial Perancis yang menjajah negeri Maghribi. Selain itu, bangunan Place
Muhammed V menjadi tempat yang sungguh indah di kota ini selain tentunya,
Masjid Hassan II yang sebagian bangunannya menjorok ke Samudra Atlantik.
Setelah
ke Casablanca, dilanjutkan dengan perjalanan menuju Kota Rabat yang merupakan
Ibukota Maroko. Di kota ini, ada sebuah jalan yang menggunakan nama pahlawan
Indonesia yaitu Presiden Soekarno atau disebut dengan Rue Soekarno. Perjalanan
dilanjutkan ke istana yang menjadi tempat tinggal Raja Muhammad VI yang sangat
dicintai rakyatnya karena dinilai memberi kebebasan yang tinggi pada rakyatnya.
Kemudian,
di Old Madina yang merupakan kota tua, keadaan cukup ramai sekali. Bangunan
dalam kota ini rata-rata terdiri dari dua lantai dengan jalanan yang dibentuk
seperti labirin sehingga orang yang belum pernah akan mudah tersesat. Di kota
Fes inilah konon sumber cahaya keilmuan pertama kali dimunculkan yaitu
Al-Qarawiyyin sebagai universitas pertama yang tercatat sebagai universitas
pertama kali yang memunculkan gelar sarjana di dunia yang didirikan oleh
Fatimah Al-Fikhri dengan mendermakan kekayaannya untuk membiayai universitas
ini. Satu abad setelahnya disusul Al-Azhar di Mesir.
Perjalanan
berlanjut ke Kota Tanger. Di sinilah perjalanan Ibn Batutah dimulai dalam
mengarungi dunia melewati Hindustan dan sempat singgah di Samudra Pasai. Tidak
tanggung-tanggung, waktu yang dihabiskan oleh Ibn Batutah dalam perjalanan di
laut diperkirakan mencapai 27 tahun dan mengarungi 44 negara. Semua kehidupan
dalam perjalanannya dirangkum dalam kitab yang berjudul Tuhfah AN-Nuzhzhaar fi
Graraa’ib Al Amshaar wa ‘Ajaa’ib Al-Asfaar atau biasa disebut dengan Ar-Rihlah.
Namun tak hanya Ibn Batutah, sang pahlawan Tariq ibn Ziyad pun berasal dari
sini. Dalam perjalanannya, Tariq ibn Ziyad menakhlukan Ecija, Granada, Cordoba,
dan masih banyak lagi. Meski tidak sampai menakhlukan Konstantinopel, namun
perjuangan Tariq telah menorehkan tinta emas.
Tariq
Ibn Ziyad memiliki sejarah yang panjang dan luar biasa dalam perjuangan Islam.
Hingga, beliau dijadikan nama The Rock Of Gobraltar dari kata jabal Tariq atau
Bukit Tariq. Dalam perjuangannya, Thariq Ibn Ziyad terkenal memiliki kemampuan
yang luar biasa dan pasukan yang sangat tangguh. Namun, beliau dan pasukannya
tetap tidak pernah menyakiti wanita, orang tua, dan anak-anak. Tujuannya hanya
menegakkan kalimat Allah. Sehingga, keberadaan Thariq seringkali disambut
sebagai pembebas ketimbang penguasa yang lain kala itu.
Saat
memasuki Kota Granada, tujuan utama yang akan menjadi pokok kunjungan adalah
Istana Alhambra yang menjadi salah satu kekayaan dunia dan oleh UNESCO
ditetapkan sebagai World Heritage Site. Di dalam istana ada beberapa bagian
megah yang tidak terpikirkan untuk dapat dibuat orang-orang zaman dahulu tanpa
adanya teknologi seperti sekarang. Dalam The Nasrid Palace, merupakan bangunan
utama istana, Benteng Alcazaba dan Taman Jannah Al Arif atau generalife.
Seluruh dinding istana sebagian besar dihiasi oleh kaligrafi-kaligrafi dengan
kalimat ayat Allah yang sangat rumit jika digambarkan. Alhambra dianggap
sebagai puncak dari teknologi, arsitektur, dan seni yang lengkap pada masa itu.
Namun setelah istana ini jatuh ke tangan pasukan Isabella dan Ferdinand, mereka
kemudian mengubah beberapa bentuk arsitektur dan fasilitas yang ada di sana.
Perjalana
di Cordoba, menelusuri kisah sejarah para pemikir Islam yang lahir di masa lalu
seperti Abulcasis (930-1013) yang mampu menghentikan pendarahan dan operasi
pembedahan otak manusia, serta Ibn Rusyd (1126-1198) yang dikenal sebagai
Aviroes. Ketika di Cocdoba bertepatan dengan perayaan Dia de la Toma yang
digelar setiap Januari sebagai peringatan jatuhnya kota Granada ke tangan
Isabella dan Ferdinand pada 1492. Meski Dewan Islami Spanyol meminta peringatan
ini dihentikan, namun nyatanya masih diperingati sampai sekarang.
Selanjutnya
perjalanan di Mezquita, dengan tujuan utama melihat patung Ibn Rusyd. Kemudian
dilanjutkan dengan berjalann hingga terlihat jembatan Cordoba yang membelah
sungai Al Wadi al Kabir atau yang biasa disebut Guadalquivir. Di daerah ini
banyak jamon (paha babi asap) dijual dengan digantung. Konon, dahulu pasukan
Ferdinand mengutus semua warga untuk menggantung paha babi di depan rumahnya
untuk memastikan tidak ada orang Islam yang tersisa. Lalu pada kemegahan Masjid
Cordoba, kita dipaksa untuk mendecak kagum pada hal-hal yang ada di dalamnya.
Kemegahan yang membuai pada alunan Islam di masa lalu, namun kini telah berubah
karena masjid ini tidak dipergunakan lagi untuk solat.
Santiago Bernabeu di
Kota Madrid menjadi destinasi terakhir untuk melengkapi perjalanan sejarah
dalam buku ini. Jika beruntung, seseorang dapat meminum kopi di cafe stadion
dan menyaksikan pemain Real Madrid berlatih. Sungguh, pemandangan yang akan
melengkapi perjalanan menempuh sejarah dan kehidupan masa kini.
Komentar
Posting Komentar