Perjalanan Kreatif Band Masa Kini - Endank Soekamti dalam Soekamti Goes To Papua


Menjadi band masa kini, harusnya memiliki kreatifitas lebih dari hanya sekedar anak band yang main musik. Begitulah kiranya kalimat yang disampaikan oleh Erix Soekamti, pentolan salah satu band yang cukup digandrungi anak muda dan memiliki masa akbar pada tiap konsernya di Indonesia yaitu, Endank Soekamti. Benar demikian, sebab sebagai band selain yang bertugas menjadi pemusik untuk menghibur penonton, mereka pun harus membawa visi dan misi yang bersifat membangun utamanya pada generasi muda Indonesia dengan kreatifitas tanpa batas.

Band yang berdiri sekitar tahun 2001 tersebut kini menjadi salah satu band yang bisa dibilang memiliki banyak terobosan menarik bagi kaum muda. Selain mendirikan sebuah sekolah animasi gratis gagasan Erix, bernama Does University, setiap tahunnya pada bulan Ramadhan, Endank Soekamti selalu berusaha berkreasi dengan berbagai macam ide dan karyanya mulai dari membuat film, rekaman album dan lain sebagainya. Seperti yang dilakukannya pada tahun 2017 ini yaitu pergi ke Papua untuk rekaman album sembari mengusung misi pendidikan dengan berbagi pada anak-anak di pesisir pantai.

Pada buku berjudul Soekamti Goes To Papua ini, penulis mengajak kita mengikuti kegiatan sehari-hari Endank Soekamti saat menjalani misi rekaman pembuatan album di tanah Papua. Selain menjadi satu-satunya band Indonesia yang melakukan rekaman di ruang terbuka, di sana Endank Soekamti juga membawa misi untuk mengajarkan banyak hal kepada anak-anak di kampung yang akan disinggahi. Salah satunya adalah mengenalkan animasi melalui metode stop motion. Anak-anak diberikan kesempatan untuk memfoto, menyentuh, bahkan mengatur sendiri gerak objek yang disediakan oleh para crew dengan media recycle. Di sinilah manisnya perjalanan dan misi mengajar itu terlihat dari pancaran kebahagiaan dari anak-anak, bahkan orang tua, serta keramahtahaman warga Papua dalam menyambut kedatangan Endank Soekamti yang datang benar benar meninggalkan kesan tersendiri.

Perjalanan yang dijalani lebih dari satu bulan tersebut tentunya menyisakan kesan yang luar biasa. Mulai dari lelahnya perjalanan ketika memburu penyu belimbing yang konon merupakan penyu terbesar, hal yang luar biasa dirasakan ketika mendapatkan spot diving dan spot memancing yang sungguh memekakan mata, ketika mendaki puncak Wayag dengan jalanan yang amat terjal dan bukit yang curam , nikmatnya menyantap masakan khas Papua yaitu ikan kuah kuning yang begitu menggugah selera, sampai pada kesedihan mendapati kapal Kalabia yang seharusnya digunakan untuk belajar anak-anak pesisir namun kini tak terurus lagi karena kurangnya biaya.

Pada sisi lain, buku ini menyampaikan keindahan budaya Papua melalui perjalanan-perjalanan yang dilalui. Kita yang harus tau bahwa tempat-tempat yang digunakan untuk menyelam itu benar-benar harus bersih dari sampah apapun, bahkan puntung rokok sekalipun. jika kedapatan membuang sampah di area tersebut, ada denda yang harus dibayarkan. Selain itu, kapal besar juga dilarang untuk melemparkan jangkar ke sembarang tempat karena sangat berpotensi merusak terumbu karang dan membunuh biota laut yang ada di sana.

Sungguh perjalanan yang benar-benar mengantarkan kita pada pengembaraan tak berbatas dengan rasa yang beraneka macam mulai dari kebahagiaan, kesedihan, ketenangan, sampai rasa bangga. Buah karya dan bacaan yang tidak sederhana bagi anak muda Indonesia yang ingin maju dan tak terhentikan!

Komentar

Postingan Populer