Review Buku - Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer
Bumi Manusia adalah
Novel yang menyimpan kekuatan ampuh dalam penceritaannya. Dalam novel yang
menceritakan sebuah perjuangan dan pergolakan nasional dibumbui dengan kekuatan
percintaan serta kebijaksanaan memberikan gambaran yang menyeluruh serta tuntas
mengenai sisi kehidupan pada jaman tersebut. Diawali dengan tokoh Minke yang
merupakan orang asli pribumi. Ia berteman baik dengan Jean Marais seorang
pelukis dari Perancis yang sempat menjadi tentara kolonial di Aceh. Dan juga
suami istri Telinga yang begitu baik padanya.
Ia berteman dengan
Robert Suurhof yang suatu kali mengajaknya bermain ke rumah temannya Robert
Malemma. Tanpa disadari di sana Minke bertemu dengan Nyai Ontosoroh yang
merupakan sorang pribumi da juga Annelis Mallema. Pertemuan itu juga yang
membuatnya mengenal Anelis Mallema yang pada akhirnya mereka saling jatuh
cinta. Di rumah itu kemudian Minke dianggap sebagai keluarga.
Keluarga Nyai ontosoroh
yang merupakan keluarga yang mandiri dan tangguh meskipun mereka hanya keluarga
yang berawal dari gundik orang Netherland yaitu tuan Herman Malemma. Begitu
juga Annelis yang dididik menjadi anak yang mandiri oleh ibunya. Di rumah
Wonokromo itulah akhirnya Minke memperoleh banyak sekali pelajaran mengenai
kehidupan dan bisa mengambil sikap pada kekejaman Kolonial waktu itu. Terlebih
lagi saat ia tinggal di Wonokromo dan bertemu Darsam yang sebagai seorang
Madura yang setia mengabdi pada Nyai Ontosoroh. Serta juga kedatangan Insinyur
Maurits Malemma yang angkuh dan juga Robert Malemma yang tetap menganggap
rendah pribumi.
Di sekolah HBS pun
Minke kurang mendapat perhatian dari gurunya hanya dikarenakan dia seorang
pribumi. Hanya Jouvrow Magda Petres yang menaurh perhatian lebih pada Minke
mengani berbagai hal. Berbeda dengan Meneer Lastebdienst yang selalu
merendahkan pribumi dan menganggap Jepang memiliki banyak hal yang lebih luar
biasa.Suatu ketika Minke
mendapat surat dari kepolisian B atau Kantor Polisi Surabaya. Ini merupakan
surat dari keluarga atau orang tua Minke sendiri yang sebelumnya mencari Minke
yang dikira menghilang. Namun Minke kurang memiliki antusias dengan keluarganya
yang masih menggunakan adat Jawa yang dianggapnya sangat merendahkan orang
lain. Seperti berjongkok untuk menghadap raja. Pemanggilan ini sebenarnya untuk
menyuruh Minke menjadi penerjemah di acara pengangkatan ayahnya menjadi Bupati.
Dalam acara ini,
kemudian Minke bertemu dengan Tuan Assisten Residen yaitu Tuan Herbert De La Croix yang kemudian mengenalkannya dengan kedua putrinya yang bernama Miriam
dan Sarah. Dari pertemuan itu kemudian Minke tau kebaikan keluarga De La Croix
yang akhirnya banyak memberikan pelajaran pada Minke. Mereka bersimpati pada
Minke meskipun pada awal pertemuannya dengan Sarah dan Miriam, orang pribumi
merasa sangat direndahkan. Namun kemudian mereka rutin saling mengirim surat.
Puncak cerita ini
terjadi saat Annelis Malemma sakit keras dikarenakan rindu pada Minke yang lama
tidak datang ke Wonokromo. Selain itu Minke juga merasa diikuti oleh orang
gendut yang selalu mengawasinya. Pada saatnya Maurits datang untuk meminta
kekayaan dan mengambil Annelis Malema dari keluarga Nyai Ontosoroh. Maurits
yang merupakan anak kandung Herman Malemma dan beda ibu. Hal ini membuat
masalah dalam cerita ini menjadi komplikasi. Namun disamping itu datang
berbagai bantuan dari teman baik Minke dan keluarga Nyai Ontosoroh seperti
keluarga Minke, keluarga de La Croix, Jouvrow Magda Petres dan teman-teman
Minke di HBS, terutama Jan Desperate yang mengaku terlalu berat menyandang nama
itu dan pada akhirnya berganti nama menjadi pribumi. Selain itu Darsam masih
setia dengan kewajibannya sebagai pendekar Madura.
Dalam kemelut masalah yang banyak ini, Minke banyak menuangkannya dalam tulisan dan memakai nama pena Max Tolenaar. Berbagai tulisannya banyak dimuat dalam majalah dan koran semasa itu atas bantuan temannya diredaksi pula. Melalui itu ia memberikan curahan hati mengenai kekejaman pemerintahan kolonial dan bagaimana pribumi hanya sebagai penopang kehidupan yang tidak ada harganya sama sekali.
Namun pada akhirnya, melalui persidangan yang ketat, Minke kalah atas kepemilikan Annelis Malemma. Maurits berhasil memenangkan pengadilan dan membawa Annelis kembali ke tanahnya. Meskipun sebenarnya Annelis lebih memilih tinggal bersama Minke. Alhasil tinggalan Nyai Ontosoroh dan Minke bersama jan Desperate dan Darsam yang banyak membantu dalam kehidupan selanjutnya.
Novel yang merupakan seri pertama dari tetralogi buru ini memberikan gambaran cerita yang luar biasa dengan mengangkat tema pergolakan perjuangan dan cinta yang terjadi semasa kolonial. Bagaimana kedudukan pribumi saat itu hanya direndahkan dan tidak ada harganya meskipun ada beberapa orang yang simpati pada pribumi. Dengan membaca novel ini, seseorang tidak akan hanya mendapat gambaran mengenai cerita perjuangan yang menyentuh, namun juga memberikan banyak pengetahuan dan motivasi semangat mengenai cara menyikapi berbagai permasalahan yang penting dan menjaga kehormatan sebaikbaiknya. Seperti yang dilakukan Minke dan Nyai Ontosoroh.
Dalam kemelut masalah yang banyak ini, Minke banyak menuangkannya dalam tulisan dan memakai nama pena Max Tolenaar. Berbagai tulisannya banyak dimuat dalam majalah dan koran semasa itu atas bantuan temannya diredaksi pula. Melalui itu ia memberikan curahan hati mengenai kekejaman pemerintahan kolonial dan bagaimana pribumi hanya sebagai penopang kehidupan yang tidak ada harganya sama sekali.
Namun pada akhirnya, melalui persidangan yang ketat, Minke kalah atas kepemilikan Annelis Malemma. Maurits berhasil memenangkan pengadilan dan membawa Annelis kembali ke tanahnya. Meskipun sebenarnya Annelis lebih memilih tinggal bersama Minke. Alhasil tinggalan Nyai Ontosoroh dan Minke bersama jan Desperate dan Darsam yang banyak membantu dalam kehidupan selanjutnya.
Novel yang merupakan seri pertama dari tetralogi buru ini memberikan gambaran cerita yang luar biasa dengan mengangkat tema pergolakan perjuangan dan cinta yang terjadi semasa kolonial. Bagaimana kedudukan pribumi saat itu hanya direndahkan dan tidak ada harganya meskipun ada beberapa orang yang simpati pada pribumi. Dengan membaca novel ini, seseorang tidak akan hanya mendapat gambaran mengenai cerita perjuangan yang menyentuh, namun juga memberikan banyak pengetahuan dan motivasi semangat mengenai cara menyikapi berbagai permasalahan yang penting dan menjaga kehormatan sebaikbaiknya. Seperti yang dilakukan Minke dan Nyai Ontosoroh.
Komentar
Posting Komentar