Review Buku - Trisno Sumardjo Pejuang Kesenian Indonesia

Buku “Trisno Sumardjo pejuang kesenian Indonesia” merupakan sebuah buku sebagai wujud penghormatan dalam memperingati 10 tahun meninggalnya Trisno Sumardjo, seorang sastrawan,penyair,pelukis,penerjemah dan organisator kesenian. Pada bagian pertama buku ini merupakan ucapan belasungkawa dari beberapa sahabat diantaranya adalah Taufiq Ismail, Goenawan Mohammad, Redaksi Budaja Djaja, dan Nashar. Isi dari keempat ucapan belasungkawa tersebut secara garis besar mengarah pada jasa-jasa beliau, sikap dan perlakuan yang beliau terima, dan impian-impian beliau. 
Dalam kutipan belasungkawa yang ditulis oleh Goenawan Mohamad yang dimuat pada Harian Kami, 23- 4- 1969 menyebutkan bahwa sosok dari seorang Trisno Sumardjo merupakan sosok yang keras, sering sekali pahit,tidak pernah puas dengan keadaan dan jarang relaxed. Pandangan politik dan moralnya agak konservatif dan amat menekankan pada pentingnya kesenian dan seniman. 
Goenawan Mohamad juga menganggap bahwa Trisno Sumardjo meupakan sosok yang telah mengalami pergulatan dengan kehidupan. Karena Beliau merupakan seniman yang tidak bisa dengan kepala dingin menyaksikan ketidak-acuhan sekitar kepada seni. Bahkan pada masa itu beliau kerap menghadapi penolakan dari beberapa seniman maupun sastrawan lain. Jika Beliau akan masuk pada kalangan seniman pelukis,mereka menganggap bahwa beliau merupakan seorang sastrawan. Namun jika Beliau masuk pada kalangan sastrawan beliau cenderung dianggap sebagai pelukis. Jadi tidak ada kejelasan status baliau pada saat itu. Untuk itu Beliau cenderung menyendiri dalam banyak hal. Mungkin Beliau ini merupakan contoh dari tipe seniman yang condong buat merasa dirinya “terluka oleh masyarakat”. Seperti yang Beliau katakan dalam sajak memperingati Boris Pasternak.
Selajutnya beberapa Esai tentang Trisno Sumardjo diantaranya adalah Esai yang ditulis oleh Korrie Layun Rampan, Abdul Hadi W.M. , Sumardi, dan Jakob Sumardjo. Di dalam esai dari Korrie Layun Rampan yang berjudul Trisno Sumardjo: Pejuang Kultural yang Getir, secara garis besar mengulas tentang beberapa sajak sepeninggalan beliau. Dalam kesustraan Beliau telah berhasil menulis beberapa karya asli berupa kumpulan cerpen,drama, dan sajak. 
Selain itu Trisno juga merupakan penerjemah Shakespeare. Kemudian juga disebutkan bahwa beliau merupakan aktivis budaya diantaranya adalah pernah memimpin majalah seniman dan pernah menjabat sebagai sekreraris Lembaga Kebudayaan Indonesia Jakarta, Sekretaris BMKN sampai meninggalnya. Pernah juga meninjau ke luar negeri  dan bersama kawan-kawannya mencetuskan “Manifes Kebudayaan”. Kemudian  Gubenur  Jakarta Raya mengangkat beliau menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta dan kemudian terpilih pula sebagai Ketua Pengurus Harian sampai sepeninggalannya. Kemudian Korrie Layun Rampan juga mengangkat sajak-sajak karya beliau yang banyak berbicara tentang maut dan akhir hidup seorang manusia. Selain tentang tema tersebut beliau juga banyak menuliskan sajak tentang kesepian, alienasi, kegetiran hidup, dan juga kritik sosial.

Komentar

Postingan Populer